Kamis, 25 November 2010

Berpikir kritis menurut Al-Qur'an

Apa perbedaan kritik dengan kritis?
                  Kritik sering kita definisikan menilai atau menghakimi. Menurut wikipedia, kritik adalah masalah penganalisaan dan pengevaluasian sesuatu dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi, atau membantu memperbaiki pekerjaan. Dengan kesimpulan, kritik adalah hasil dari pengamatan yang diberikan untuk meningkatkan dan memperbaiki perkerjaan. 
                  Sedangkan kritis ialah berpikir secara analisis reduksi. Berpikir secara kritis berawal dari sebuah pertanyaan. Misalkan, ada seorang guru sedang menerangkan materi yang diajarkan kepada muridnya. Karena seorang murid itu tidak paham dengan apa yang diterangkan oleh si guru tadi, maka si murid tersebut bertanya dengan rasa ingin tahunya. Nah, yang seperti itu bisa juga kita sebut dengan berpikir kritis . karena pada hakikatnya berpikir itu adalah bertanya. Orang yang sering bertanya maka dia sering berpikir. Dan pada intinya manusia itu diciptakan untuk berpikir. Kenapa orang ingin belajar? Karena dia ingin berpikir. 
                Menurut nietszche salah seorang filsuf asal jerman, manusia dengan binatang itu pada mulanya sama. Yang membedakan manusia dengan binatang ialah otak, dan otak itu dimanfaatkan sebaik-baiknya dengan potensi yang masing-masing manusia miliki. Kalau manusia itu tidak mengembangkan potensinya, maka dia sama halnya dengan binatang. Dalam Al-qur’an kita sering membaca atau mendengar kata-kata, afalaa ta’qiluun, afalaa tatazakkaruun, afalaa tasykuruun, dan sebagainya hingga yang paling tertinggi ialah ulu al-bab. Semua itu kalau kita artikan ada indikasi atau perintah Allah SWT, supaya kita berpikir. Berpikir yang tidak hanya satu objek, tapi berbagai objek lainnya.
Bagaimana konsep berpikir secara intelektualitas itu?,
Sengaja saya mengambil tema di atas, karena saya ingin berusaha membangunkan orang-orang yang sedang tertidur, dan menghidupkan kembali akal yang telah mati. Dalam artian, terjauh dari apa yang namanya justifikasi dan terbodohi. Seperti yang sudah disebutkan di atas, bahwa dalam firman Allah SWT tercatat kata-kata ulul al-bab. Ulul Albab adalah istilah khusus yang dipakai al-Qur’an untuk menyebut sekelompok manusia pilihan semacam intelektual. Istilah Ulul Albab 16 kali disebut dalam al-Qur’an. Namun, sejauh itu al-Qur’an sendiri tidak menjelaskan secara definitive konsepnya tentang ulul albab. Ia hanya menyebutkan tanda-tandanya saja. Karena itulah, para mufassir kemudian memberikan pengertian yang berbeda-beda tentang ulul albab. 
                Imam Nawawi, misalnya, menyebut bahwa ulul albab adalah mereka yang berpengetahuan suci, tidak hanyut dalam derasnya arus. Dan yang terpenting, mereka mengerti, menguasai dan mengamalkan ajaran Islam. Sementara itu, Ibn Mundzir menafsirkan bahwa ulul albab sebagai orang yang bertaqwa kepada Allah, berpengetahuan tinggi dan mampu menyesuaikan diri di segala lapisan masyarakat, elit ataupun marginal.

Ciri-Ciri Ulul Al-bab.
Ciri-ciri ulul albab yang disebut dalam al-Qur’an adalah, 
pertama, bersungguh-sungguh menggali ilmu pengetahuan. Menyelidiki dan mengamati semua rahasia wahyu (al-Qur’an maupun gejala-gejal alam), menangkap hukum-hukum yang tersirat di dalamnya, kemudian menerapkannya dalam masyarakat demi kebaikan bersama. "Sesungghnya, dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi ulul albab" (QS, Ali Imran, 190).
Menurut Ibn Katsir, selain mampu memahami fenomena alam dengan segenap hukumnya yang menunjukan tanda-tanda keagungan, kemurahan dan rahmat Ilahy, ulul albab juga seorang yang senantiasa berdzikir dan berpikir, yang melahirkan kekuatan intelektual, kekayaan spiritual dan keluhuran moral dalam dirinya.
Ibn Salam fisikawan muslimyang mendapatkan hadiah Nobel tahun 1979 menyatakan bahwa dalam al-Qur’an terdapat dua perintah; tafakur dan tasyakur. Tafakur adalah merenungkan serta memikirkan semua kejadian yang timbul dalam alam semesta, kemudian menangkap hukum-hukumnya yang dalam bahasa modern dikenal dengan istilah science. Sedang tasyakur adalah memanfaatkan segala nikmat dan karunia Allah dengan akal pikiran, sehingga nikmat tersebut semakin bertambah yang kemudian dikenal dengan istilah teknologi. Ulul Albab menggabungkan
keduanya; memikirkan sekaligus mengembangkan dan memanfaatkan hasilnya, sehingga nikmat Allah semakin bertambah (Jalaluddin Rahmad, 1988, 213). "Sesungguhnya, jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu. Jika kamu mengingkari (nikmat- Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih"(QS, Ibrahim, 7).
Manusia akan mampu menemukan citra dirinya sebagai manusia, serta mampu menaklukkan jagat raya bila mau berpikir dan berdzikir. Berpengetahuan tinggi serta menguasai teknologi. "Jika kamu mampu menembus (melintasi) penjuruu langit dan bumi, maka lintasilah. Kamu tidak akan mampu menembusnya, kecuali dengan kekuatan (teknologi)" (QS, Ar-Rahman, 33). 

Kedua, selalu berpegang pada kebaikan dan keadilan. Ulul Albab mampu memisahkan yang baik dari yang jahat, untuk kemudian memilih yang baik. Selalu berpegang dan mempertahankan kebaikan tersebut walau sendirian dan walau kejahatan didukung banyak orang. "Tidak sama yang buruk (jahat) dengan baik (benar), meskipun kuantitas yang jahat mengagumkan dirimu. Bertaqwalah hai ulul albab, agar kamu beruntung" (QS, Al-Maidah, 100)
Dalam masyarakat, Ulul Albab tampil bagai seorang "nabi". Ia tidak hanya asyik dalam acara ritual atau tenggelam dalam perpustakan; sebaliknya tampil dihadapan umat. Bertabligh untuk memperbaiki ketidakberesan yang terjadi di tengah- tengah masyarakat, memberikan peringatan bila terjadi ketimpangan dan memprotesnya bila terjadi ketidak-adilan dan kesewenang-wenangan. 

Ketiga, teliti dan kritis dalam menerima informasi, teori, proporsisi ataupun dalil yang dikemukakan orang lain. Bagai sosok mujtahid, ulul albab tidak mau taqlid pada orang lain, sehingga ia tidak mau menelan mentah-mentah apa yang diberikan orang lain, atau gampang mempercayainya sebelum terlebih dahulu mengecek kebenarannya. "Yang mengikuti perkataan lalu mengikuti yang paling baik dan benar, mereka itulah yang diberi petunjuk oleh Allah, dan mereka itulah ulul albab" (QS, Az-Zumar, 18). 
Keempat, sanggup mengambil pelajaran dari sejarah umat terdahulu. Sejarah adalah penafsiran nyata dari suatu bentuk kehidupan. Dengan memahami sejarah kemudian membandingkan dengan kejadian masa sekarang, ulul albab akan mampu membuat prediksi masa depan, sehingga mereka mampu membuat persiapan untuk menyambut kemungkinan- kemungkinan yang bakal terjadi.
Sampai pada ciri-ciri ini, ulul albab tidak ada bedanya dengan intelektual yang lain. Tapi bila dilanjutkan, maka ada nilai tambah yang dimilikinya yang tidak dimiliki oleh seorang intelektual biasa. 
Yakni, kelima, rajin bangun malam untuk sujud dan rukuk dihadapan Allah swt. Ulul Albab senansiasa "membakar" singgasana Allah dengan munajadnya ketika malam telah sunyi. Menggoncang Arasy-Nya dengan segala rintihan, permohonan ampun, dan pengaduan segala derita serta kebobrokan moral manusia di muka bumi. Ulul Albab sangat "dekat" dengan Tuhannya. "(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung), ataukah orang yang beribadah di waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (adzab) akherat dan mengharap rahmat Tuhannya. Katakanlah: 'Adakah sama orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?'. Sesungguhnya, hanya ulul albab yang dapat menerima pelajaran"(QS, Az-Zumar, 9). 

Keenam, tidak takut kepada siapapun, kecuali Allah semata. Sadar bahwa semua perbuatan manusia akan dimintai pertanggungan jawab, dengan bekal ilmunya, ulul albab tidak mau berbuat semena-mena. Tidak mau menjual ilmu demi kepentingan pribadi (menuruti ambisi politik atau materi). Ilmu pengetahuan dan teknologi ibarat pedang bermata dua. Ia dapat digunakan untuk tujuan-tujuan baik, tapi bisa juga digunakan dan dimanfaatkan untuk perbuatan-perbuatan yang tidak benar. Tinggal siapa yang memakainya. Ilmu pengetahuan sangat berbahaya bila di tangan orang yang tidak bertanggung jawab. Sebab, ia tidak akan segan-segan menggunakan hasil teknologinya untuk menghancurkan sesama, hanya demi menuruti ambisi dan nafsu angkara murkanya. 

Kesimpulan dan Saran
Setelah di atas menjelaskan tentang konsep ulul al-bab, maka pada dasarnya kita sedang membicarakan tentang bagaimana konsep berpikir kritis. Bertanya, Tidak taqlid, tidak mudah terhasut orang dan yang terpenting tidak toh langsung menjustifikasi salah dan benar. Saran dari saya, jadilah orang yang bodoh untuk bertanya, dan janganlah menjadi orang yang pintar yang membodohi dirinya.
Wallahu a’lam bishawab!!

Tidak ada komentar: